Pages

Tuesday 8 January 2013

Umur dan Kedewasaan


Umur dan kedewasaan itu bukan seperti rumus F = m x a yang di mana semakin besar massa, semakin besar pula gaya yang dibutuhkan (berbanding lurus). Bukan juga seperti seperti rumus energi kinetik setengah m v kuadrat di mana besarnya energi kinetik berbanding lurus dengan kuadrat kecepatannya. Yang jelas umur dan kedewasaan itu tidak ada rumus yang pasti seperti yang ada di pelajaran fisika atau matematika. Umur dan kedewasaan juga tidak dapat dibuat grafik. Grafik linier, grafik parabola, grafik asimtot, atau grafik apa lah tidak dapat menggambarkannya. Kalaupun kalian ingin mencoba menggambarkannya dengan grafik, saya jamin grafik itu tidak lebih baik dari coretan garis yang dibuat oleh anak balita.

Oh ya! Sedikit peringatan sebelum Anda membaca lebih lanjut ke bawah. Ini hanyalah sebuah tulisan yang dibuat oleh seorang siswa kelas 2 SMA dan belum bisa dikatakan dewasa, bahkan jauh dari kata tersebut. Ini hanyalah sebuah tulisan yang dibuat berdasarkan pengamatan pribadi penulis yang belum hidup selama 16 tahun. Maka dari itu, jika Anda adalah hanyalah orang yang lebih tua dari saya yang akan mengatakan bahwa penulis sok dewasa atau semacamnya, lebih baik segera tutup halaman ini. Namun, jika Anda adalah orang dewasa yang membiarkan seorang anak kecil seperti saya mengeluarkan uneg-unegnya, silakan membaca lebih lanjut ke bawah. Terima kasih.

Lanjuuutt...

Saya akan membawa kalian mundur sedikit (atau banyak ya? tergantung umur, hehe) ke masa lalu. Ingat saat kita berganti seragam dari putih-merah menjadi putih-biru? Wah, berasa keren, ya? Udah jadi anak SMP, bukan anak SD lagi. Berasa lebih dewasa deh ya. Yak! Di masa ini kita udah mulai berasa dewasa. Baru 'berasa' doang (pandangan subjektif dari masing-masing individu) alias 'sok', sok dewasa! Asal nge-judge ini yang bener itu yang salah, ini yang haq ini yang batil, yang salah si ini yang bener si itu. Asal menghakimi padahal gak tau dasarnya apa. Emang deh, masa-masa SMP itu masa-masa lagi sok-soknya dan unyu-unyunya.

Saat seragam kita berganti lagi menjadi putih-abu, makin berasa dewasa deh, berasa makin keren juga. Di masa ini lebih ngerti mana yang benar dan mana yang salah, sayangnya emosi malah mengalahkan pengetahuan kita akan yang haq dan yang batil, yang salah dan yang benar. Karena itu, yang dapat mengendalikan emosinya lebih sukses menjadi dewasa ketimbang yang emosinya labil.

Ketika kita lanjut ke jenjang berikutnya, saat kita melepaskan seragam, kita akan merasa makin keren lagi dan lagi, berasa makin dewasa lagi. Saya memang belum melewati masa ini, tapi berdasarkan pengamatanku, masa kuliah (atau sudah lulus SMA) adalah masa di mana seseorang mulai benar-benar mengerti mana yang benar dan salah, mulai bisa mengendalikan emosi, mulai beranjak dewasa.

Akan tetapi, apakah semuanya selalu seperti itu?

No offense, guys, pada nyatanya banyak juga orang dewasa yang masih kekanakan dan banyak juga anak kecil yang sudah berpikiran dan bersikap dewasa. Coba kalian lihat di sekitar kalian, kurasa, ah salah! maksudku, aku yakin bahwa banyak orang yang lebih tua dari kalian, tapi jiwanya masih labil dan bersikap tidak dewasa, atau sebaliknya. Itulah keadaan yang ada di sekitarku.

Secara tidak langsung, kurasa pernyataanku tadi seperti orang yang sudah menganggap dirinya dewasa. Entahlah, aku pun tidak tahu. Sudah kubilang kan, saya menulis artikel ini menurut pandangan saya.

Oke, lanjut lagi...

Sebenernya apa sih yang penulis maksud tentang 'dewasa' di sini?
Dewasa adalah saat di mana seseorang sudah dapat mengetahui mana yang benar dan salah, mengendalikan emosi, dan mampu berpikir secara objektif.

Bagiku, yang menarik adalah poin ketiga: mampu berpikir secara objektif. Sulit bagi orang biasa untuk dapat berpikir secara objektif, itu menurut pandanganku terhadap orang-orang. Bagi saya sendiri, berpikir objektif itu tidak terlalu sulit karena saya memang 'benci' orang yang selalu berpikir subjektif. Apa yang menghalangi seseorang berpikir objektif? Nafsu. Ya, nafsu = emosi, kembali lagi ke emosi. Ternyata kedewasaan selalu lekat hubungannya dengan emosi.

Sekali lagi, umur dan kedewasaan itu tidak berbanding lurus. Tidak dapat digambarkan dalam grafik maupun dituliskan dalam rumus. Jangan berpatok pada orang yang lebih TUA dari kita, tapi berpatoklah pada orang yang lebih DEWASA dari kita. Atau salah-salah, kita malah menangkap ilmu yang salah kalo berpatok pada asal orang yang lebih tua.

Sekian tulisan argumentasi dari bocah 15 tahun yang tak dewasa ini.


              
          "salah saat kamu berkata untuk mencari orang yang lebih tua darimu, yang benar adalah kamu mencari orang yang lebih dewasa darimu"

No comments:

Post a Comment